penilaian risiko keselamatan konstruksi

Kesadaran pekerja di industri konstruksi masih sangat kurang dalam menggunakan alat pelindung diri ketika bekerja. Terkadang pekerja tidak ingin menggunakan alat pelindung diri karena merasa kurang nyaman atau tidak bebas dalam melakukan pekerjaannya. Keselamatan konstruksi merupakan semua kegiatan keteknikan untuk mendukung pekerjaan konstruksi dalam mewujudkan pemenuhan standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan yang menjamin keselamatan keteknikan konstruksi. Menurut data dari Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, terdapat 110.285 kasus kecelakaan pada tahun 2015, 105.182 kasus kecelakaan pada tahun 2016, dan 80.392 kasus kecelakaan pada tahun 2019. 

Penurunan angka kecelakaan kerja di Indonesia merupakan salah satu keberhasilan. Akan tetapi, keberhasilan dalam menurunkan jumlah kasus kecelakaan kerja harus terus dilakukan. Oleh karena itu, budaya K3 dan penilaian risiko keselamatan konstruksi harus tetap dilaksanakan. 

Penyebab Utama Kecelakaan Kerja 

Penyebab utama kecelakaan kerja yaitu rendahnya kesadaran akan pentingnya penerapan Keselamatan dan kesehatan Kerja (K3) terutama untuk kalangan industri dan masyarakan. Berikut ini beberapa penyebab kecelakaan kerja, seperti:

  1. Mengurangi keterlambatan penyelesaian proyek. 
  2. Mencegah kerugian materil dan moril. 
  3. Menurunkan biaya proyek sehingga akan lebih menguntungkan. 
  4. Meningkatkan indeks pembangunan manusia dan daya saing nasional. 
  5. Mendorong terwujudnya pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan untuk mengurangi kecelakaan kerja. 
  6. Menciptakan rasa aman sehingga akan meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. 
  7. Mencegah kematian. 
  8. Membantu mencegah kerusakan lingkungan. 

Penilaian Risiko Keselamatan Konstruksi 

Dalam Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi, ada beberapa kondisi atau istilah tentang risiko kecil, risiko sedang hingga risiko besar. Penilaian risiko keselamatan konstruksi berdasarkan PP No. 14 Tahun 2021 tentang perubahan PP No. 22 Tahun 2020 sebagai berikut:

  1. Risiko kecil 
    • Dianggap memiliki risiko rendah menurut penilaian keselamatan konstruksi yang ditetapkan oleh pengguna jasa. 
    • Penilaian konstruksi dengan nilai HPS sampai dengan Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah).
    • Mempekerjakan tenaga kerja yang berjumlah kurang dari 25 orang. 
    • Pekerjaan konstrusi yang menggunakan teknologi sederhana. 

  2. Risiko sedang 
    • Dinilai sebagai risiko sedang menurut penilaian keselamatan konstruksi yang ditetapkan oleh pengguna jasa. 
    • Pekerjaan konstruksi dengan nilai HPS Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah) hingga Rp. 100.000.000.000 (seratur miliar rupiah). 
    • Mempekerjakan tenaga kerja yang berjumlah 25 orang hingga 100 orang. 
    • Pekerjaan konstruksi yang menggunakan teknologi madya. 

  3. Risiko besar
    • Sifat risiko tinggi menurut penilaian risiko keselamatan konstruksi yang ditetapkan oleh pengguna jasa. 
    • Pekerjaan konstruksi dengan nilai HPS di atas Rp. 100.000.000.000 (seratur miliar rupiah). 
    • Mempekerjakan tenaga kerja yang berjumlah lebih dari 100 orang. 
    • Menggunakan peralatan berupa pesawat angkat. 
    • Menggunakan bahan peledak dan menyebabkan terjadinya peledakan. 
    • Pekerjaan konstruksi yang menggunakan teknologi tinggi. 

Baca juga: Peranan Penting Konsultan Jasa Konstruksi dalam Setiap Tahapan Proyek

Kami siap melayani kebutuhan Anda
Hubungi kami